Senin, 26 Januari 2009

Belajar Dari Obama

Tanggal 20 Januari lalu akhirnya Amerika Serikat, negeri adidaya itu, memiliki pemimpin baru. Ya, pemimpin itu adalah orang yang sangat ditunggu-tunggu kehadirannya sekaligus sepak terjangnya dalam memimpin negara berpenghuni 303.834.687 orang ini. Dia adalah Barrack Husein Obama. Pemuda yang masih berumur 47 tahun ini menjadi presiden Amerika ke-44 dan menggantikan seniornya yakni George W. Bush. Anak muda Menteng ini juga berhasil mencatat sejarah sebagai presiden kulit hitam pertama dalam sejarah Amerika.

Ada banyak faktor penentu kemenangan Barrack Obama dalam memenangkan pemilu presiden awal November lalu. Salah satunya adalah dia berhasil meraih dukungan lewat dunia cyberspace (dunia maya). Sebuah strategi baru dalam menggaet suara dari pemilih yang sebagian besar merupakan pengguna dari media ini. Barrack Obama membuat situs www.barrackobama.com dan juga membangun citra dirinya lewat situs jejaring sosial, salah satunya adalah Facebook.

Belajar dari hal tersebut, nampaknya beberapa alternatif media seperti situs pribadi, portal video YouTube, jejaring sosial seperti Facebook, atau pesan layanan singkat memang atau biasa dsebut SMS memang sangat berpengaruh dalam pencitraan kandidat.
Menurut pakar komunikasi Emerson College’s Department of Communication Studies di Boston, AS, Prof Dr J Gregory Payne, media alternatif ini sangat berpengaruh dalam meraih suara dan kelompok yang paling terpengaruh adalah pemilih pemula yang notabene relatif merupakan swingvoters. Payne juga mengatakan bahwa media alternatif yang juga efektif sebagai alat kampanye adalah pesan layanan singkat yang untuk Indonesia sangat cocok.

Kampanye Lewat Facebook
Bakal calon presiden Indonesia belakangan ini juga nampaknya sudah tidak mau ketinggalan untuk memanfaatkan media alternatif seperti Facebook. Dalam rangka meraih simpati dari pemilih, para kandidat capres mulai memanfaatkan Facebook sebagai media kampanye mereka. Sehingga, tak ayal jika kita menemukan Facebook dari beberapa kandidat capres ketika kita menulis namanya di fasilitas search. Pengelolaannya tentu saja tidak dilakukan oleh capres tersebut. Tetapi, ada tim kerja yang akan senantiasa memutakhirkan data, menjawab pesan dari kita, atau mengisi dinding (wall). Beberapa dewan legislatif pun banyak yang mencoba peruntungan di Facebook. Mereka senantiasa memutakhirkan informasi di Facebook yang membuatnya seolah-olah memiliki pekerjaan baru, yakni mengelola Facebook.


Mari kita tengok bakal capres termuda, Yuddy Chrisnandi, yang meyakini bahwa berinteraksi dengan pendukung lewat Facebook merupakan sebuah kebutuhan. Jusuf Kalla, putra Sulsel yang menjadi capres tertua ini juga tak mau ketinggalan untuk memiliki akun di Facebook. Capres dari PDIP, Megawati Soekarno Putri juga berlomba untuk gabung di Facebook. Bahkan, orang nomor wahid di Indonesia pun, Bapak Susilo Bambang Yudhoyono melirik fasilitas ini. Wiranto, Amien Rais, Sutiyoso, Sultan Hamengkubuwono X, Prabowo Subianto, Hidayat Nur Wahid, dan Fadjroel Rachman pun tentunya tak mau ketinggalan.

Berdasarkan data di situs internetworldstats.com, memang pengguna internet di AS memang belum bisa dibandingkan dengan pengguna internet di Indonesia. Pengguna internet di AS pada tahun 2008 adalah 72,5 persen dari jumlah penduduknya. Sedangkan pengguna internet di Indonesia, hanya 10,5 persennya dari total penduduk 237.512.355 jiwa yakni sebasar 25 juta orang. Tentunya bukan jumlah yang sedikit untuk meraih suara.

Media dan Kampanye
Ada pelajaran yang sangat berharga menurut saya yang dapat kita ambil dari terpilihnya Obama. Barrack Obama, yang tak pernah terpikirkan oleh banyak orang mampu bersaing di kancah politik AS, berhasil menyedot perhatian masyarakat AS dan bahkan dunia.

Obama berhasil memanfaatkan peranan media dalam mengkonstruk citra tentang dirinya. Dia berhasil meramu tim media yang mampu mendongkrak popularitasnya dalam kurun waktu yang cukup singkat. Obama juga cerdik dalam memainkan isu strategis dan meyakinkan pemilih bahwa dirinyalah yang layak memimpin AS. Kecerdikannya itu ditambah dengan kemahiran berorasi sehingga spontan pemilih seakan terhipnotis ketika mendengarkan pidatonya. Hal inilah yang dimainkan oleh para jurnalis untuk membangun citranya sebagai pemimpin muda, cerdas dan pembawa perubahan.


Payne mengatakan bahwa media massa maupun media alternatif lainnya sangat memiliki peranan dalam melakukan kampanye. Peranan media ini akan kita lihat saat Indonesia sebagai negara demokrasi ketiga di dunia melakukan Pemilu, April mendatang. Payne mengakui, media alternatif berbasis internet belum tentu berhasil di Indonesia karena sebagian besar rakyat Indonesia belum melek internet.

Akan tetapi, menurutnya, ada media alternatif lain, yaitu pesan layanan singkat. Pesan layanan singkat pernah membalik sejarah politik dan hasil kampanye di Spanyol. Hanya karena seorang kandidat salah mengomentari bom Madrid, dalam dua hari terakhir, opini publik berpaling dari kandidat itu. Indonesia adalah negara pengguna pesan layanan singkat terbesar di Asia Tenggara setelah Filipina dan peluang ini sangat efektif digunakan dalam menarik simpati di Pemilu mendatang.

KPU telah menentukan jadwal pilpres yang akan dihelat Juli mendatang. Itu artinya masih tersisa sekitar enam bulan lagi waktu kita untuk menganalisa dan memikirkan pemimpin yang akan mengawal negeri ini lima tahun ke depan dan jendela di dunia cyberspace menjadi salah satu pisau analisis kita.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar